Perempuan dan Kaum Minoritas Bali Gelar Aksi Tolak Revisi UU TNI di Hari Perempuan Internasional


QueenNews.id – Memperingati Hari Perempuan Internasional 2025, ratusan massa yang terdiri dari perempuan, kaum minoritas gender, serta mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Bali Tidak Diam menggelar aksi demonstrasi di depan Monumen Bajra Sandhi, Denpasar, Bali, Rabu (20/3).
Aksi tersebut merupakan bentuk penolakan terhadap pengesahan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang baru saja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Dalam orasinya, para peserta aksi menyuarakan kekhawatiran atas potensi ancaman kembalinya dominasi militer di ruang-ruang sipil, khususnya yang menyasar kelompok rentan seperti perempuan dan minoritas gender.
Mereka menilai revisi UU TNI membuka jalan bagi militer untuk kembali aktif dalam kehidupan sipil, sebuah langkah mundur yang dianggap mengkhawatirkan dalam konteks demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia.
Abi Intan, koordinator lapangan aksi dari Aliansi Bali Tidak Diam, menegaskan bahwa pengesahan revisi tersebut tidak hanya dilakukan secara tertutup, tetapi juga mengabaikan prinsip-prinsip partisipasi publik yang seharusnya menjadi fondasi dalam penyusunan kebijakan negara.
“Revisi ini sangat berbahaya karena memberikan legitimasi kepada militer untuk kembali terlibat dalam urusan sipil.
Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa keterlibatan militer di ruang sipil seringkali berdampak buruk bagi perempuan dan kelompok rentan lainnya.
Ini bukan hanya kemunduran demokrasi, tapi juga ancaman terhadap keselamatan dan ruang hidup masyarakat sipil,” ujar Abi.
Aliansi Perempuan Indonesia (API) turut mengecam langkah pemerintah dan DPR yang dianggap terburu-buru dalam mengesahkan revisi tersebut.

Mereka menuding bahwa proses penyusunan dan pengesahan UU ini dilakukan tanpa keterbukaan dan transparansi. Dalam rilis resminya, API menyatakan bahwa tindakan ini merupakan bentuk pelecehan terhadap prinsip negara hukum dan demokrasi, serta mencederai hak masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan yang berdampak langsung pada kehidupan mereka.
Tak hanya sampai di situ, rangkaian aksi penolakan berlanjut keesokan harinya di depan Gedung DPRD Bali. Pada Kamis (21/3), ratusan massa kembali turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi mereka secara langsung kepada para wakil rakyat di daerah.
Mereka mendesak DPRD Bali agar menyampaikan keberatan masyarakat Bali ke tingkat nasional dan mendorong agar pemerintah mencabut atau meninjau ulang pengesahan revisi UU TNI.
Aksi ini menggambarkan meningkatnya keresahan di kalangan masyarakat sipil terhadap arah kebijakan negara yang dinilai semakin mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi.
Keterlibatan militer dalam urusan sipil dianggap bukan hanya tidak relevan dengan semangat reformasi, tetapi juga membuka peluang pelanggaran hak-hak sipil dan politik warga negara, terutama kelompok yang selama ini telah termarginalisasi.
Selain membawa berbagai spanduk dan poster penolakan, massa aksi juga menampilkan berbagai simbol perlawanan terhadap kekerasan negara, serta membacakan puisi dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan perempuan.
Aksi ini diwarnai dengan damai dan tertib, namun penuh semangat dan ketegasan dalam menyuarakan penolakan.
Melalui aksi ini, perempuan dan kaum minoritas gender di Bali tidak hanya memperingati Hari Perempuan Internasional, tetapi juga menunjukkan bahwa perjuangan untuk ruang hidup yang aman dan adil bagi semua belum usai.
Mereka menegaskan komitmen untuk terus mengawal demokrasi dan menolak segala bentuk kekuasaan yang mengancam keberagaman dan keadilan sosial.
