BISNIS DAN DTRAVEL FASHION HEADLINE

Terbongkar! Tas Mewah Rp500 Juta Ternyata Cuma Modal Rp20 Juta di Pabrik China

Pasang Iklan di QueenNews.id

Queennews.id – Di tengah ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, muncul fenomena mengejutkan yang tengah ramai diperbincangkan di dunia maya, khususnya di platform TikTok. Beberapa pelaku industri asal Tiongkok mulai membongkar rahasia di balik industri mode kelas atas, terutama soal tas-tas bermerek mewah yang dijual di pasar global, seperti Eropa dan Amerika Serikat. Ungkapan yang mencengangkan ini menyoroti ketimpangan luar biasa antara biaya produksi dan harga jual retail barang-barang mewah tersebut.

Salah satu akun TikTok yang viral, @senbags, memposting video yang memperlihatkan bagaimana tas bermerek mewah—seperti Hermès, Chanel, dan merek internasional lainnya—diproduksi di pabrik-pabrik di Tiongkok. Dalam videonya, disebutkan bahwa sebuah tas yang dijual seharga USD 35.000 (sekitar Rp550 juta) hanya membutuhkan biaya produksi sekitar USD 1.250 (sekitar Rp20 juta). Yang membuat publik tercengang adalah bagaimana label “Made in France” atau “Made in Italy” disematkan pada tas-tas ini, meskipun sebagian besar proses produksinya dilakukan di Tiongkok.

Video ini langsung menarik perhatian warganet dan telah ditonton lebih dari 10 juta kali. Reaksi publik pun beragam, mulai dari kekagetan hingga kemarahan terhadap merek-merek ternama yang selama ini menjual “kemewahan” dengan narasi kualitas tinggi dan eksklusivitas, padahal nyatanya diproduksi dengan biaya yang sangat murah di negara berkembang.

Berita lainnya :  Thrift Fashion dan Sustainable Clothing: Gaya Keren yang Ramah Lingkungan

Tak hanya pengakuan dari para pekerja di Tiongkok, sebuah investigasi di Italia turut memperkuat dugaan praktik produksi terselubung yang tak sesuai dengan nilai jual produk. Dalam laporan CNBC TV18, diungkapkan bahwa beberapa pabrik di Italia yang memasok tas untuk brand besar seperti Dior dan Armani menggunakan tenaga kerja ilegal asal Tiongkok. Mereka bekerja dalam kondisi kerja yang buruk dan tidak manusiawi, dengan upah rendah. Ironisnya, tas-tas yang diproduksi dengan biaya hanya sekitar €53 tersebut dijual kembali dengan harga lebih dari €2.000 di butik-butik mewah Eropa.

Pasang Iklan di QueenNews.id

Akibat laporan tersebut, beberapa perusahaan di Italia saat ini berada di bawah pengawasan pengadilan Milan karena diduga melakukan pelanggaran terhadap hak-hak buruh. Kasus ini juga memunculkan pertanyaan besar mengenai bagaimana merek-merek ternama memanfaatkan celah hukum untuk tetap mencitrakan produknya sebagai produk Eropa, sementara sebagian besar produksinya disubkontrakkan ke Tiongkok.

Berita lainnya :  Ledakan Lowongan Kerja di Palembang! Ribuan Posisi Siap Diisi, Ini Peluang Emasnya

Fenomena ini memperlihatkan bagaimana perang dagang yang semula hanya bersifat ekonomi antarnegara, kini telah menyentuh lapisan lain: etika industri, transparansi rantai pasok, dan kesadaran konsumen. Konsumen global pun mulai mempertanyakan nilai sejati dari produk-produk mewah yang mereka beli. Apakah harga fantastis tersebut mencerminkan kualitas? Atau hanya ilusi yang dibangun dari branding dan pengemasan yang apik?

Sementara itu, pabrik-pabrik di Tiongkok mulai melihat peluang baru dari keterbukaan ini. Alih-alih menjadi penyuplai bagi merek asing, banyak dari mereka mulai memasarkan produk dengan kualitas serupa secara langsung kepada konsumen dengan harga lebih terjangkau. Mereka memanfaatkan platform seperti TikTok dan e-commerce internasional untuk memperkenalkan “kemewahan yang lebih terjangkau” tanpa embel-embel merek terkenal.

Pengungkapan ini tak hanya membuka mata dunia, tetapi juga memicu diskusi luas tentang masa depan industri fashion global. Apakah transparansi akan menjadi standar baru? Atau justru tren ini akan memaksa industri mewah untuk lebih bertanggung jawab terhadap konsumen dan para pekerjanya?

Pasang Iklan di QueenNews.id

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Alfatah Dwi Putra menunjukkan usaha arang batok miliknya.
HEADLINE

Warga di Lahat Hasilkan Cuan dari Limbah Batok Kelapa

QueenNews.id – Warga Kota Lahat, Alfatah Dwi Putra mengubah limbah batok kelapa menjadi produk yang bernilai hingga hasilkan cuan. Pria yang
dr. Hj. Eny Daryanti, M.Biomed., Wakil Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia. (QueenNews.id/Dokumen Pribadi Erni Daryanti)
HEADLINE

Komite III DPD RI Cantumkan Norma Pariwisata Ramah Disabilitas Pada Perubahan Undang-Undang Pariwisata

QueenNews.id — Sebelum Covid 19 melanda, pariwisata di tanah air sukses menghasilkan devisa. Puncaknya pada tahun 2019, dimana sektor pariwisata berhasil