Dokter Kandungan Cabuli Pasien, Ternyata Pernah Ditonjok Suami Korban Sebelum Kasus Meledak


Queennews.id – GARUT — Kasus dugaan pelecehan seksual yang menyeret nama dokter kandungan Muhammad Syafril Firdaus (MSF) masih terus menjadi sorotan publik.
Setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Garut, kini muncul fakta mengejutkan lainnya: jauh sebelum kasus ini ramai diperbincangkan di media sosial, salah satu suami korban pernah melayangkan bogem mentah kepada sang dokter karena tak terima dengan perlakuan tak senonoh terhadap istrinya.
Informasi ini pertama kali diungkap oleh Ratna Oeni Cholifah, Asisten Deputi Penyediaan Layanan Perempuan Korban Kekerasan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Dalam pernyataan tertulis yang dikutip pada Jumat, 18 April 2025, Ratna menjelaskan bahwa kekerasan fisik terhadap dokter Syafril oleh salah satu suami pasien terjadi karena adanya dugaan tindakan pelecehan seksual yang sudah lebih dulu dilakukan oleh pelaku terhadap korban.
“Jauh sebelum kasus ini viral dan menjadi perhatian nasional, ternyata sudah ada sejumlah pasien yang mengalami pelecehan serupa.
Bahkan, seorang suami dari pasien sempat meluapkan emosinya dengan menonjok pelaku. Namun, saat itu kasus tersebut berakhir secara damai dan tidak berlanjut ke ranah hukum,” ungkap Ratna.
Pendampingan Psikologis dan Hukum untuk Korban
Kasus yang belakangan mencuat ini mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak) Kabupaten Garut bergerak cepat dengan memberikan pendampingan terhadap korban.
Hingga saat ini, sudah ada dua korban baru yang secara resmi melaporkan dugaan pelecehan tersebut ke pihak berwenang.
“UPTD PPA telah melakukan penanganan dan pendampingan terhadap para korban.
Kami juga terus mendorong korban lain yang mungkin belum berani bicara, agar tidak takut untuk melapor,” jelas Ratna.
Langkah ini dinilai krusial mengingat banyak korban pelecehan seksual kerap mengalami trauma berat dan memilih diam karena tekanan sosial atau ketakutan terhadap proses hukum yang panjang.
Dokter Syafril Tidak Lagi Praktik, Izin Dicabut
Dari hasil penelusuran yang dilakukan oleh pihak berwenang, diketahui bahwa dokter Muhammad Syafril Firdaus sempat berpraktik di sejumlah fasilitas kesehatan, seperti Klinik Karya Harsa, RS Anisa Queen, dan RSUD Malangbong.
Namun, setelah kasus ini mencuat, pihak manajemen dari masing-masing fasilitas memastikan bahwa yang bersangkutan sudah tidak lagi berpraktik di tempat mereka.
Merespons cepat situasi tersebut, Dinas Kesehatan Kabupaten Garut segera melakukan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan.

Hasil dari koordinasi itu adalah pencabutan resmi Surat Izin Praktik (SIP) milik MSF. Tidak hanya itu, Surat Tanda Registrasi (STR) sebagai syarat legalitas untuk menjalankan profesi dokter juga turut dinonaktifkan.
“Dengan langkah ini, kami pastikan yang bersangkutan tidak memiliki kewenangan apa pun untuk melakukan praktik kedokteran di Indonesia,” tegas perwakilan dari Kementerian Kesehatan.
Polres Garut Tetapkan MSF Sebagai Tersangka
Dari sisi penegakan hukum, pihak kepolisian menyatakan bahwa penyelidikan terhadap kasus ini telah dilakukan secara intensif.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan pemeriksaan yang dilakukan secara maraton, Polres Garut akhirnya menetapkan MSF sebagai tersangka.
“Yang bersangkutan sudah kami tetapkan sebagai tersangka setelah kami mendapatkan dua alat bukti yang cukup kuat untuk menjeratnya,” kata AKP Joko Prihatin, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Garut, dalam pernyataan resminya, Kamis, 17 April 2025.
Meski tidak merinci lebih lanjut mengenai barang bukti yang telah diamankan, Joko menambahkan bahwa proses penyelidikan masih terus berjalan.
Pemeriksaan dilakukan terhadap sejumlah saksi, termasuk para korban, staf klinik, hingga perawat yang bekerja bersama tersangka.
“Hari ini, kami juga menggandeng Majelis Disiplin Profesi (MDP) untuk melakukan pemeriksaan etik terhadap tersangka dan menginspeksi langsung lokasi praktik,” tambahnya.
Posko Pengaduan untuk Korban Lain
Melihat kemungkinan banyaknya korban yang belum melapor, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padjadjaran turut membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang merasa pernah mengalami pelecehan oleh tersangka.
Posko ini bertujuan untuk mengakomodasi pengaduan tambahan serta memberikan pendampingan hukum secara gratis kepada para korban.
“Kami berharap posko ini bisa menjadi tempat aman bagi para korban yang selama ini mungkin memilih bungkam karena takut atau malu,” kata Ratna.
KemenPPPA juga terus mendorong pendekatan kolaboratif lintas lembaga untuk memastikan korban memperoleh hak perlindungan secara maksimal, baik dari sisi psikologis, hukum, maupun sosial.
Kasus ini menjadi sorotan nasional bukan hanya karena pelaku merupakan seorang tenaga medis, namun juga karena adanya dugaan bahwa pelecehan tersebut telah terjadi secara berulang dan sistematis dalam waktu yang lama.
Langkah tegas dari pemerintah dan aparat penegak hukum menjadi sinyal penting bahwa kejahatan seksual dalam bentuk apa pun tidak akan ditoleransi, terlebih jika dilakukan oleh pihak yang seharusnya menjadi pelindung.
