Lezat dan penuh sejarah!begini cerita panjang bolu cupu Nusantara


QueenNews.Id – Di tengah derasnya arus makanan modern dan tren kuliner kekinian, ada satu nama kue tradisional yang tetap bertahan sebagai simbol kenangan, cita rasa masa lampau, dan kekayaan budaya—Bolu Cupu.
Kue mungil nan manis ini bukan sekadar kudapan, tetapi juga bagian dari jejak sejarah panjang kuliner Nusantara.
Bolu Cupu adalah kue tradisional yang dipercaya telah ada sejak ratusan tahun silam. Ia biasa disajikan dalam berbagai upacara adat, kenduri keluarga, atau sebagai suguhan tamu di rumah-rumah masyarakat pesisir dan pedalaman.
Cita rasanya sederhana, manis dan lembut, namun di balik kesederhanaannya tersimpan nilai historis dan kultural yang dalam.
Asal Usul Nama “Cupu”
Nama Bolu Cupu dipercaya berasal dari bentuk atau cetakan yang digunakan untuk memanggang kue ini.
“Cupu” dalam bahasa Melayu kuno merujuk pada wadah kecil berbentuk mangkuk atau bejana mungil yang biasa digunakan untuk menyimpan minyak wangi atau ramuan leluhur.
Seiring waktu, bentuk cetakan bolu pun menyerupai cupu—bulat, kecil, dan cekung di bagian tengah—sehingga kue ini dikenal dengan sebutan Bolu Cupu.
Cita Rasa yang Tak Lekang oleh Waktu
Kue ini dibuat dengan bahan-bahan sederhana seperti tepung terigu, telur ayam kampung, gula merah atau gula pasir, santan kental, dan sedikit vanili untuk aroma.
Dulu, proses pembuatannya sangat tradisional—dipanggang dengan api kayu di dalam cetakan kuningan atau loyang tanah liat. Aroma asap dari kayu bakar justru menambah khas cita rasa kue ini.
Hasil akhirnya adalah bolu yang lembut dengan bagian luar sedikit renyah dan bagian tengah yang padat namun lembut, membuatnya sangat cocok dinikmati bersama teh hangat di sore hari.

Dalam beberapa versi lokal, Bolu Cupu juga diberi warna hijau pandan atau diberi taburan kelapa parut kering di atasnya.
Kue Berbalut Filosofi
Tidak hanya sebagai makanan, Bolu Cupu juga menyimpan makna filosofis. Dalam sejumlah budaya di Indonesia, kue ini kerap disajikan sebagai bagian dari sesajen atau simbol doa.
Bentuknya yang bundar melambangkan keutuhan dan keharmonisan, sementara rasa manisnya menjadi lambang harapan akan kehidupan yang penuh berkah dan kebahagiaan.
Dari Dapur Tradisional ke Etalase Modern
Meski sempat hampir terlupakan, Bolu Cupu kini kembali mencuri perhatian berkat upaya sejumlah pegiat kuliner dan komunitas pecinta makanan tradisional.
Mereka memperkenalkan kembali kue ini ke pasar modern dengan kemasan lebih menarik, proses produksi yang higienis, serta varian rasa baru tanpa menghilangkan identitas aslinya.
Di beberapa daerah, seperti Sumatera Selatan, Riau, dan Kalimantan Barat, Bolu Cupu sudah mulai muncul di pasar oleh-oleh dan festival kuliner lokal.
Bahkan beberapa UMKM kini memasarkan produk ini secara daring, menjangkau konsumen lintas daerah hingga mancanegara.
Melestarikan Warisan, Menjaga Rasa
Menjaga eksistensi Bolu Cupu bukan sekadar mempertahankan makanan tradisional, tapi juga merawat warisan budaya yang menjadi identitas bangsa.
Dengan mengenal dan mencintai kuliner lokal seperti ini, generasi muda bisa ikut menjaga nilai-nilai yang diwariskan oleh para leluhur.
Jadi, saat kamu mencicipi sepotong Bolu Cupu, sesungguhnya kamu sedang merasakan sejumput sejarah Nusantara yang manis dan tak ternilai.
