Kartini dan Imajinasi Perempuan Modern: Dari Surat yang Membakar Semangat hingga Ruang Digital yang Membebaskan


Queennews.id – Nama Kartini selalu kembali digaungkan setiap April. Sosok perempuan asal Jepara ini bukan hanya dikenang sebagai pahlawan nasional, tetapi juga dianggap sebagai pelopor emansipasi perempuan Indonesia.
Lebih dari seabad lalu, Kartini menuliskan gagasan-gagasannya dalam bentuk surat kepada sahabat-sahabatnya di Belanda. Surat-surat itu kemudian dihimpun dan diterbitkan dalam buku Door Duisternis tot Licht, atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Namun Kartini sejatinya bukan sekadar simbol. Ia adalah pemikir, pembaru, dan penggugah kesadaran.
Ia membayangkan dunia di mana perempuan tidak lagi dikekang oleh adat dan diskriminasi, tetapi bebas mengenyam pendidikan, mengutarakan pendapat, dan menentukan nasibnya sendiri.
Gagasan-gagasan ini, meski ditulis pada masa kolonial, tetap terasa relevan hingga hari ini.
Perempuan Indonesia masa kini hidup dalam lanskap yang jauh berbeda.
Dunia digital membuka banyak kesempatan dan ruang bagi perempuan untuk berkembang. Mereka bisa menjadi pemimpin perusahaan, content creator, akademisi, politisi, aktivis, atau pengusaha.
Perempuan modern kini tampil percaya diri di berbagai sektor kehidupan, dengan akses informasi dan jejaring yang tak terbatas.
Namun kemajuan itu juga menimbulkan pertanyaan: apakah perempuan masa kini benar-benar merdeka seperti yang diimpikan Kartini? Atau justru mereka menghadapi tantangan baru dalam bentuk ekspektasi sosial yang terselubung?

Di balik kebebasan yang tampak, masih banyak perempuan yang terjebak dalam standar kecantikan yang ditentukan media sosial, tekanan untuk tampil “sempurna” dalam peran ganda sebagai pekerja dan ibu, hingga sikap bias gender yang masih terasa dalam dunia kerja.
Perempuan hari ini tidak lagi dibatasi oleh tembok rumah atau adat istiadat yang mengekang, namun harus menghadapi tantangan-tantangan kultural yang tak kalah menekan.
Di sinilah pentingnya menghidupkan kembali imajinasi Kartini dalam konteks kekinian. Imajinasi perempuan modern bukan sekadar menjadi “berhasil” dalam ukuran material, tetapi merdeka secara pikiran dan pilihan. Merdeka untuk mendidik diri, mengaktualisasi potensi, dan menyuarakan hak tanpa rasa takut.
Dalam konteks ini, setiap perempuan yang berani berpikir kritis, berbicara di ruang publik, dan menolak tunduk pada ketidakadilan, sejatinya sedang meneruskan perjuangan Kartini.
Perayaan Hari Kartini tidak boleh berhenti pada seremoni mengenakan kebaya atau lomba memasak.
Lebih dari itu, hari ini seharusnya menjadi momen reflektif—apakah semangat Kartini sudah benar-benar hidup dalam setiap lini kehidupan kita? Apakah sistem sosial, pendidikan, hukum, dan budaya sudah cukup memberi ruang bagi perempuan untuk tumbuh dan bermimpi?
Kartini adalah simbol, tetapi juga semangat yang hidup. Ia bukan sosok yang terjebak dalam romantisme sejarah, melainkan api yang terus menyala dalam diri perempuan Indonesia yang berjuang hari ini.
Ia hadir dalam ruang diskusi kampus, dalam unggahan edukatif di media sosial, dalam gerakan komunitas, dan dalam suara-suara perempuan yang tidak ingin kembali dalam kegelapan.
