Digital Public Relations: Jurus Baru Bangun Citra dan Kepercayaan di Era Digital


Queennews.id – Di tengah derasnya arus informasi dan penetrasi teknologi yang masif, peran Digital Public Relations (Digital PR) kian krusial bagi setiap entitas—baik korporasi, institusi publik, maupun organisasi sosial. Dunia komunikasi telah mengalami transformasi besar. Kini, bukan lagi soal siapa yang menyampaikan pertama, tapi siapa yang mampu membangun narasi paling kuat dan kredibel di tengah kebisingan informasi digital.
Digital PR menjadi strategi baru yang tak bisa lagi diabaikan. Jika dulu humas konvensional bergantung pada media massa cetak dan siaran pers sebagai saluran utama, kini pergeseran besar telah terjadi. Dunia komunikasi telah berpindah ke media sosial, blog, kanal video, website, hingga kolaborasi dengan influencer. Semua demi satu tujuan: membangun hubungan yang erat, cepat, dan terpercaya dengan publik.
Menurut pakar humas Anne Theaker dalam bukunya The Public Relations Handbook (2021), digital PR memberikan kontrol lebih besar kepada organisasi dalam menyampaikan pesan kepada publik tanpa harus melalui penyaring media (gatekeeper) seperti dulu. Hal ini memungkinkan lembaga untuk secara langsung menanggapi isu, menyampaikan klarifikasi, atau membentuk persepsi publik secara lebih cepat dan luas.
Laporan Hootsuite dan We Are Social (2024) menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen populasi dunia kini aktif menggunakan media sosial. Di Indonesia, angka tersebut bahkan lebih tinggi di kalangan anak muda dan kelas menengah perkotaan. Artinya, platform digital telah menjadi ladang strategis yang harus digarap serius dalam membangun citra institusi.

Tidak hanya membangun citra, digital PR juga memiliki kekuatan besar dalam mendongkrak keterlibatan publik (engagement), meningkatkan loyalitas pelanggan, serta memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga. Strategi ini tidak hanya digunakan oleh korporasi besar, tetapi juga oleh politisi, lembaga pemerintahan, bahkan organisasi non-profit dalam menjangkau audiens mereka secara lebih emosional dan personal.
Namun, bukan berarti jalan digital PR tanpa rintangan. Dunia maya menyimpan risiko besar. Sekali reputasi tercoreng oleh isu negatif atau hoaks yang viral, dampaknya bisa sangat fatal. Praktisi PR digital dituntut untuk memiliki kepekaan tinggi, kemampuan berpikir strategis, dan keahlian dalam mengelola krisis secara cepat dan tepat.
Data dan analitik menjadi senjata baru dalam strategi ini. Setiap klik, komentar, hingga waktu tayang sebuah konten bisa menjadi insight penting dalam menentukan arah komunikasi berikutnya. Praktik ini mengedepankan pendekatan berbasis data (data-driven communication), yang memungkinkan pesan disampaikan tepat sasaran dan sesuai dengan karakteristik audiens.
Di Indonesia sendiri, peran digital PR semakin nyata dalam berbagai aspek. Dalam kontestasi politik misalnya, digital PR menjadi ujung tombak dalam membentuk opini publik dan meningkatkan elektabilitas kandidat. Di sektor swasta, perusahaan memanfaatkan media sosial untuk menanggapi keluhan pelanggan, meluncurkan produk baru, atau membangun narasi tentang nilai-nilai perusahaan.
Dengan demikian, Digital Public Relations telah menjadi bagian integral dari strategi komunikasi modern. Organisasi yang ingin bertahan dan unggul di era digital tak lagi bisa bergantung pada pola komunikasi lama. Adaptasi, kecepatan, kreativitas, dan keterampilan digital kini menjadi kunci utama untuk meraih kepercayaan publik dan membangun reputasi jangka panjang.
